Catatan 10th Bersama Media Sosial

2017. Tak terasa waktu berjalan dan berlalu melewati hari-hariku. Ada banyak hal, peristiwa, maupun perasaan, yang telah aku kecapi hingga detik ini. Semuanya mengandung hikmah berupa petikan pelajaran dan pengalaman tentang dua hal, yakni kesuksesan dan kegagalan seorang insan. Aku mengalaminya dan harus dipertanggungjawabkan kelak, termasuk tentang sukses dan gagalnya aku mengatur media sosialku.

2007. Ini masa pertamaku mengenal media sosial. Berawal dari mIRC, lalu berlanjut kepada Friendster, MySpace, hingga akhirnya aku mengenal Facebook. Itu hanya sebagian media sosial yang aku ingat saat masih remaja. Kemudian terus diikuti oleh tren media sosial yang lainnya hingga saat ini. Tempat dimana seorang pemudi seperti aku (tampak) bebas menyampaikan hal-hal yang disukai dan dibenci.

Sepuluh tahun berlalu sejak aku menghidupi media sosialku. Banyak hal yang telah aku lakukan bersamanya. Sesuatu yang menggambarkan jatuh bangun seorang hamba Allaah. Dimana aku pernah meluapkan emosi lalu menyesal. Ataupun berbagi kisah yang kupikir mampu menginspirasi melalui pengalaman. Alhamdulillaah semua terlalui hingga kini.

Ada banyak yang aku pelajari ketika melalang buana di jejaring media sosial. Sesuatu yang berharga dan bisa menjadi pengingat langkah nantinya. Agar ketika hari perhitungan datang, aku tidak merasa ngeri untuk menjawab perihal dunia maya-ku. Dan Allaah subhanawata'ala bisa memaafkan khilafku atasnya. Semoga.

1. Bagaimana niat kita? 
Niatkanlah untuk mencari keridhaan Allaah saat memasuki media sosial, hingga yang didapat tidak hanya ilmu, informasi, dan ajang silaturahim, tetapi yang terpenting adalah catatan pahala di sisi Allaah subhanawata'ala.

2. Untuk apa mengunggah foto diri di sosial media? 
Untuk menyebarkan informasi bahwa kita sedang ini dan melakukan itu, oke. Lain dari itu, mari cek kembali niat dan amal dalam mengunggah foto diri. Apakah mendekatkan kita kepada surga atau justru semakin dekat kepada langkah maksiat dan neraka? Ingatlah, bahwa seorang mukmin pertimbangannya tak semata suka-suka, tetapi ada akhirat di ujung sana.

3. Mengapa curhat di sosial media? 
Ketika Allaah subhanawata'ala memerintahkan kita untuk menutup aib, mengapa justru kita mengumumkannya? Menampakkan kesenangan dan kegalauan yang bukan pada tempatnya. Saat kita diminta untuk sabar dan shalat, mengapa kita justru galau dan curhat?

4. Mengapa status galau banyak diminati?
Ketika kita melihat teman memajang aib-nya di khalayak ramai, haruskah kita menyukai (like and share) dan menyemangati di area publik? Tidakkah lebih baik kita mendatangi dan mendengarnya secara pribadi, sembari mengingatkannya untuk menutup aib diri? Serta bercermin kepada diri sendiri agar menjadi muslim yang lebih baik lagi.

5. Berkata baik atau diam! 
Hal ini bisa juga bermakna, bagikan sesuatu yang baik (benar dan bermanfaat) atau jadilah pengamat yang baik di  media sosial. Karena itu lebih selamat ketika nanti hari pembalasan datang, dimana sesuatu yang jari ini ketik akan diminta pertanggungjawaban.

Aku rasa cukuplah itu, kebiasaan-kebiasaan yang seringkali membuat aku lalai di dunia maya. Tergelincir ke dalam lembah dosa hanya karena sebuah tempat bernama media sosial. Kehidupan fana dari yang fana, tetapi pasti dan wajib dipertanggungjawabkan kelak. Semoga kita terhindar dari kelalaian dunia dan Allaah mengampuni ketika hari penghitungan kelak. Aamiin. Wallaahu'alam.

#RamadhanInspiratif #Challenge #Aksara #Day12


-----------------------------------
Sumbawa, 16 Ramadhan 1438 H
Ummu 'Abdullah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REMINDER #9 TENTANG PUISI GALAU

6 RAHASIA DIBALIK SAKIT